BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pengetahuan
merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut
memperkaya kehidupan kita.Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari
berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.Dari sebuah pertanyaan,
diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah,
bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?.Masalah inilah yang pada
ilmu filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki
ciri-ciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistimologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga
landasan saling memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi
ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
(Suriasumantri, 2007:105)
Epistemologi
merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang menentukan pandangan hidup
seseorang. Pandangan disini berkaitan erat dengan kebenaran, baik itu sifat
dasar, sumber maupun keabsahan kebenaran tersebut.Konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya
dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Latar
belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir
melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat
penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa
melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan
demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan
berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi
lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai
akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi
dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme
yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk
eksistensi eksternal.
Dengan
alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian sehingga
filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai
aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini
masih digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas
akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya berakibat
memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, dan setelah
Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap
indra lahir yang berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi
lantas menjadi suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh Descartes
(1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz (1646–1716) kemudian
disempurnakan oleh John Locke di Inggris. (Hardono, 1997: 35)
Istilah
epistemologi pertama kali dipakai oleh J.F. Feriere dari Institute of
Metaphysics pada tahun 1854 M dengan tujuan membedakan antara 2 cabang filsafat
yaitu epistemologi dengan ontologi.Epistemologi ialah cabang filsafat yang
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan (Buku
Unsur-Unsur Filsafat, Louis Kattsoff).
Secara
etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan,
sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan
demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Dalam Bahasa Inggris epistemologis disebut sebagai The Theory of
Knowledge dan dalam bahasa Indonesia epistemologi disebut filsafat pengetahuan.
Epistemologi
is one the core areas of philosophy. It is concerned with the nature, sources
and limits of knowledge. There is a vast array of view about those topics, but
one virtually universal presupposition is that knowledge is true belie, but not
mere true belief (Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy, Taylor and Francis,
2003)
Epistemologi
juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran.Akan tetapi, logika dibedakan
menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor.Logika minor mempelajari
struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup
epistemologi.
Jadi
epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.Ia merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan
diperoleh pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu
diperhatikan agar didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara,
teknik, sarana apa yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.
Begitu luasnya tentang Epistemologi, maka dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Epistemologi dalam pengetahuan, metode ilmiah dan pengetahuan ilmiah
(ilmu) serta metode-metode apa yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan
tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak
lari dari sub judul, ada baiknya penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas, antara lain:
1. Apakah pengertian dari epistemologi
?
2. Metode-metode apakah yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan ?
3. Bagaimana ruang lingkup epistemologi
?
4. Apakah pengertian dari pengetahuan ?
5. Apakah pengertian dari metode ilmiah
?
6. Apakah pengertian dari pengetahuan
ilmiah ?
7. Bagaimana pengaruh epistemologi
terhadap peradaban manusia ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun menulis makalah ini antara lain :
a. Untuk
melengkapi tugas mata
kuliah Filsafat dan Pemikiran MIPA
b. Mahasiswa mampu memahami pengertian
dari epistemologi.
c. Mahasiswa dapat mengetahui metode-metode
yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan.
d. Mahasiswa dapat mengetahui ruang
lingkup epistemologi.
e. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian
dari pengetahuan.
f. Mahasiswa dapat mengetahui
pengertian dari metode ilmiah.
g. Mahasiswa dapat mengetahui
pengertian dari pengetahuan ilmiah.
h. Mahasiswa dapat menganalisis
pengaruh epistemology terhadap peradaban manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi
7Istilah “Epistemologi” berasal
dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos”
berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa
Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan,
menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan
setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis
pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan
bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi
lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep,
sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi
dari pada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba
mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal
itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology
is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods
and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan
istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).
Epistemologi,
(dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu)
adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis
pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan
dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi
atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.Pengetahuan
tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai
metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
2.2 Metode-metode Memperoleh Pengetahuan
Metode-metode
yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan adalah :
a.
Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan
yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia
memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi
yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material.Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu.Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai
dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c.
Fenomenalisme
Bapak
Fenomenalisme adalah Immanuel Kant.Kant membuat uraian tentang
pengalaman.Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang
alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman
dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.Karena itu kita tidak
pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian.Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d.
Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah
satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman
yang dihayati oleh indera.Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan.Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya
diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.Intusionisme – setidak-tidaknya dalam
beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh
melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi
sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa
yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan
dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan,
barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada
kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
e.
Dialektis
Yaitu
tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan
perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak
tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub
2.3 Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan
validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat,
unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu
yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua
pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher
secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan
filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan
usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu
yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa
seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek
tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung
diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak
terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara
konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu,
aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman
seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat,
khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan
menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna
epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat
menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait
langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
2.4 Pengetahuan
Filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam manusia dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai
pengetahuan. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan
itu benar-benar benar atau tidak, untuk itu perlu dimengerti apa itu yang benar
dan bagaimana manusia mengetahui kebenaran.
Pengetahuan
memiliki tiga fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Penjelasan
keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan
ramalan tersebut dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu menjadi
kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual ke dalam [1]
memahami obyek, [2] membentuk dan memilah, [3] menalar dari sesuatu yang
diketahui kepada sesuatu yang tidak diketahui. Anasir itu membentuk suatu
disiplin yang ditempuh oleh Aristoteles yang kemudian disebut “Logika”, yang
oleh Aristoteles bertujuan untuk membuat dan menguji inferensi (kesimpulan
keilmuan) (Noeng Muhadjir, 1999:23)
Menurut
Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang
benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atauhasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil
kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai.Pengetahuan itu harus benar,
kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi.
Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan
(knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang
diketahui manusia.Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap
alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
a. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan
hidup
b. Mengembangkan arti kehidupan
c. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan
itu sendiri.
d. Mencapai tujuan hidup.
Ada
beberapa jenis Pengetahuan yaitu:
a. Pengetahuan
biasa
Pengetahuan biasa (common
sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui
seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b. Pengetahuan
Ilmiah
Pengetahuan ilmiah atau
Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk
digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas untuk mengetahui
kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c. Pengetahuan
Filsafat
Pengetahuan filsafat, adalah
pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab
yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d. Pengetahuan
Agama
Pengetahuan agama, suatu pengetahuan
yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini
bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pada
suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya,
oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam
lagi.Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri
manusia yang mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban yang memuaskan
keingintahuannya.Dorongan itu disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu
yang diketahui manusia disebut pengetahuan.Pengetahuan yang memuaskan manusia
adalah pengetahuan yang benar.Pengetahuan yang tidak benar adalah
kekeliruan.Keliru seringkali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang
keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan
malapetaka. Sasaran atau objek yang ingin diketahui adalah sesuatu yang ada,
yang mungkin ada, yang pernah ada dan sesuatu yang mengadakan.Dengan demikian
manusia dirangsang keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan
pengalamannya.Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara sadar
bahwa dia telah mengetahui.
Dalam
hal ini penulis berpendapat bahwa Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap
apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah
ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia
di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Ada
dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
1. Realisme
Realisme, teori ini
mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah gambaran yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme
Idealisme, teori ini menerangkan bahwa
pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis yang bersifat subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam
menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.Premis
pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
Ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1. Empirisme
Empirisme, menurut aliran
ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos= pengalaman).
Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui
(objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632
–1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
2. Rasionalisme
Rasionalisme, aliran ini
menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene
Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) danGottriedLeibniz (1646
–1716).
3. Intuisi
Dengan intuisi, manusia
memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran
tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi
pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber
dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (NabidanRosul).
Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik
yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
2.5 Metode Ilmiah
Kata
metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur kata
berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan,
arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari
beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun
suatu penelitian dan kajian ilmiah.
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.Jadi
ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut
Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki
langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.Jadi metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode
ilmiah.
Proses
kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya
pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan
manusia.Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan
manusia.Karena yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada
dunia yang nyata pula.Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan
diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani antara
keduanya.Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang
terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi
intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman
empiris.Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya.Suatu penjelasan biar bagaimanapun
meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.
Di
sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam
langkah-langkah yang disebut metode ilmiah.Secara rasional, ilmu menyusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Ada
beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
1. The
correspondence theory of truth.
Menurut teori ini, kebenaran
atau keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2. The
consistence theory of truth.
Menurut teori ini, kebenaran
tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu
fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu
dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya
terlebih dahulu.
3. The
pragmatic theory of truth.
Yang dimaksud dengan teori ini ialah
bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung
kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam kehidupannya.
Dari
tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti
dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui
kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi
kehidupan manusia.
Sedangkan
nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh
Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran
mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin.
Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1. Kebenaran wahyu
2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4. Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan
yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan
mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak
benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang
kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin
saja mengalami penyimpangan. Karena itu, kebenaran mutlak hanya ada pada
Tuhan.Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang.
Menurut
kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan,
diantaranya adalah :
1.
Metode Empirisme
Menurut
paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman
yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat
kebenarannya melalui pengamalan indera manusia.Seperti petanyaan-pertanyaan
bagaimana orang tahu es membeku?Jawab kaum empiris adalah karena saya
melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui
perantaraan indera.Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu
manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam
buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera.Akal merupakan sejenis
tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan
tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan
pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian
menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber
rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai
objek yang telah merangsang alat inderawi ini.Kesimpulannya adalah metode untuk
memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi
atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2.
Metode Rasionalisme
Berbeda
dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk
memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran.Bukan berarti rasionalisme
menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang
bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes
(Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif
melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis
perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b. Suatu
teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan
kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi
pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau
sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
3.
Metode Fenomenalisme
Immanuel
Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan
oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme.
Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman
melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran
akal rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan
mutlak serta memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada empat macam
pengetahuan :
a. Pengetahuan
analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap
unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang
ada sebelum pengalaman.
b. Pengetahuan
sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap
bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal
yang biasanya terpisah.
c. Pengetahuan
analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat
pengalaman.
d. Pengetahuan
sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang
mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Pengetahuan
tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena
ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan
memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk
memperoleh pengetahuan.
4.
Metode Intuisionisme
Metode
intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi
tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya.
Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah
metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami
oleh manusia.Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman
inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya.Maka intuisionisme hanya
mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5.
Metode Ilmiah
Pada
metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan
pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan
ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu harus
konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta
empiris
Jadi
logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana
rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme
korektif. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan
satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara
inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua
penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang disebut
hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris.Hipotesis, yaitu dugaan
atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.
Untuk
memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan
keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis
itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian
keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi.
Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dengan mengambil premis-premis
dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Menurut
AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah menemukan
kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen
untuk menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental
opetarion, operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan
kebenaran, Metode hipotetico – deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk
menemukan kebenaran fakta
Kerangka
berpikir yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perumusan
masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di
dalamnya.
b. Penyusunan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun
secara rasional berdasrakan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya
dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c. Perumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
d. Pengujian
hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak.
e. Penarikan
kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
di tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang
cukup dan mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika
tidak didukung fakta yang cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang
diterima dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi
persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.
2.6 Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan
Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan
sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan
menggunakan berbagai metode.Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara
objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala
dan fakta melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi.Ilmu harus bersifat
objektif, karena dimulai dari fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan
pemikiran logik dan netral.
Secara
definitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan
prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari
penalaran yang tidak lurus. Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan
keterampilan untuk berpikir lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan
berpikir, namun bukan sekedar berpikir sebagaimana merupakan kodrat rasional
manusia sendiri, melainkan berpikir lurus (E. Sumaryono, 1999:71).Dari defenisi
itu jelas bahwa logika itu terkait dengan “jalan berpikir” [metode], dan memuat
sejumlah pengetahuan yang sistematis dan berdasarkan pada hukum keilmuan
sehingga orang dapat berpikir dengan tepat, teratur dan lurus.Artinya,
ber-logika berarti belajar menjadi terampil.Karena itu kegiatan berlogika
adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir seseorang.
Berfikir
dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa
pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih
lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak
sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin
rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif
pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat
pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga
lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang
yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat
dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah
pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari
ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
1. Berfikir
biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
2. Berfikir
sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah
(ilmu)
3. Berfikir
radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).
Dari
ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis merupakan cara
untuk menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.
2.7 Pengaruh Epistemologi Terhadap
Peradaban Manusia
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud
sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan
dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa
fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan
dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah
hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan
yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat
apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epistemologi adalah
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.Ia merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh pengetahuan
berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu diperhatikan agar
didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.
Pengetahuan
adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan
intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya
untuk mencapai suatu tujuan.Pengetahuan yang diakui dan teruji kebenarannya
melalui metode ilmiah disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (sains).
Ilmu
pengetahuan diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang
sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis.Sarana berpikir ilmiah
adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara
berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara
rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak.Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga
naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.
Berfikir
dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
1. Berfikir
biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
2. Berfikir
sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah
(ilmu)
3. Berfikir
radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).
3.2 Kritik
& Saran
Dari
hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami sekelompok. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan
yang buruk datangnya dari diri kami. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya
yang bersifat membangun, untuk perbaikan karya ilmiah selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar